Tubuhnya
yang mulai rapuh, tak memudarkan semangat seorang lelaki tua yang berprofesi
sebagai tukang parkir di dekat Stadion Brawijaya, Kediri. Kakek yang bernama
Pujiono ini sudah menekuni profesinya selama 3 tahun. Sebelum menjadi tukang
parkir, beliau sempat menjadi buruh tani di desa tempat tinggalnya. Kemudian
ada orang yang mengusulkan beliau untuk bekerja menjadi juru parkir di dekat
Stadion Brawijaya.
Lelaki
yang berusia lebih dari 60 tahun ini mengaku lebih senang menjadi tukang parkir
daripada menjadi buruh tani. “Saya lebih senang menjadi tukang parkir daripada
harus berpanas-panasan di sawah, karena tubuh saya ini sudah tak muda lagi.”
Ujar suami dari mbah Inem ini ketika kami wawancarai di tempat kerjanya.
Dengan
naik sebuah mikrolet, bapak 2 anak ini sampai di tempat kerjanya. Beliau
bekerja dari jam 07.00 WIB sampai jam 18.00 WIB.jika tak ada pengunjung yang
membutuhkan jasanya, beliau hanya duduk dan memandangi keramaian disekitarnya.
Ketika ada pertandingan di Stadion Brawijaya, beliau tidak bekerja. Karena
sudah ada orang yang mengurusinya.
Pekerjaan
dengan upah yang terbilang sedikit ini, rela ia jalani demi menghidupi ketiga
anggota keluargannya. 2 dari 4 cucunya dititipkan pada tetangganya. Karena
beliau tidak sanggup membiayainya. Meskipun pendapatannya perhari tidak tetap,
tetapi beliau masih digaji sebesar Rp. 30.000/bulan oleh atasannya yaitu Bu
Ririn.
Terkadang
beliau mendapatkan pendapatan Rp.20.000/hari jika /ramai pengunjung, itupun
kalau ada yang membayar jasanya.
Penggemar jamu tradisional ini juga masih melakukan puasa senin-kamis, walaupun
beliau sudah tua.
0 komentar on "Profile : Perjuangan Hidup Seorang Tukang Parkir"
Posting Komentar